Stop Bullying
Islam sebagai agama yang damai, menolak segala upaya “perusakan” baik itu dalam bentuk fisik atau pun non-fisik. Upaya perusakan fisik seperti memukul, meninju, atau merusak barang orang lain. Sedangkan upaya perusakan non-fisik seperti merusak mental, psikologis, dan lain sebagainya.
Jika bercanda melampaui batas itu bisa jadi masuk dalam kategori bullying, terlebih jika dalam candaan tersebut melibatkan orang lain sebagai obyek candaan. Fenomena yang terjadi di sekeliling kita pada kenyataannya mengonfirmasi hal itu. Banyak sekali korban bullying yang hanya sedikit dari mereka yang berani melapor.
Dalam sebuah survei tahunan lembaga charity anti-bully, Ditch the Label di United Kingdom pada tahun 2016 menemukan fakta bahwa dari 8.850 responden umur 12 sampai 20 tahun, 86% dari mereka tidak merasa pernah mem-bully siapa pun. Namun, ketika mereka ditanya apakah mereka pernah secara sengaja mengganggu orang lain? 33% dari mereka menjawab pernah.
Ketika ditanya apakah mereka pernah mengucilkan seseorang dari grup sosial? 19% mengaku pernah melakukannya. Dan ketika mereka ditanya apakah mereka pernah mengeluarkan kata-kata kotor yang ditujukan kepada seseorang di media sosial? 27% dari mereka mengatakan pernah. Lalu ketika mereka ditanya apakah mereka pernah membuat rumor tentang orang lain? 13% dari mereka mengatakan pernah. Ini adalah fenomena yang terjadi di United Kingdom yang sampelnya diambil dari seluruh wilayah bagiannya, mulai dari Scotland sampai South West.
Pemahaman yang benar terkait bullying layaknya harus benar-benar gencar untuk disosialisasikan. Pasalnya, pemahaman yang salah membuat seseorang merasa tidak benar-benar pernah melakukannya padahal itu sudah ia lakukan dan memiliki dampak destruktif. Untuk itu perlu kiranya menyimak Department of Education and Training Victoria yang memberikan definisi terkait bullying.
Bullying itu terjadi jika seseorang atau sekelompok orang mengganggu atau mengancam keselamatan dan kesehatan seseorang baik secara fisik maupun psikologis, mengancam properti, reputasi atau penerimaan sosial seseorang serta dilakukan secara berulang dan terus menerus. Bentuk-bentuk bullying bisa berupa fisik, contohnya memukul, menjegal, mendorong, meninju, menghancurkan barang orang lain.
Bullying psikologis, contohnya menyebarkan gosip, mengancam, gurauan yang mengolok-olok, secara sengaja mengisolasi seseorang, mendorong orang lain untuk mengasingkan seseorang secara soial, dan menghancurkan reputasi seseorang. Bullying verbal, contohnya menghina, menyindir, meneriaki dengan kasar, memanggil dengan julukan, keluarga, kecacatan, dan ketidakmampuan.
Masih dari lembaga survei yang sama, dampak dari tindakan bullying tidaklah main-main. 44% korban bullying merasa depresi, 41% merasa diasingkan, 33% bahkan pernah berfikir untuk melakukan bunuh diri. 26% merasa harus meninggalkan kelas, sebagian lagi merasa harus kabur dari rumah atau memakai narkoba dan alkohol.
Islam sebagaimana seharusnya adalah agama yang damai, agama yang harmonis dan rasional. Hal ini dibuktikan dengan ayat Alquran terkait larangan merendahkan orang lain.
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah salah satu kaum dari kalian menghina kaum yang lain, bisa jadi kaum yang dihina lebih baik dari pada yang menghina…” (QS. Al-Hujurat [49]: 11)
Untuk menjelaskan ayat di atas, saya akan mengemukakan tiga pandangan ahli tafsir klasik yang secara khusus mengomentari ayat di atas. Pertama adalah Ath-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran, ayat ini mengandung larangan bagi orang-orang beriman untuk menghina sesamanya dengan segala bentuk hinaan, tidak halal bagi mereka untuk menghina yang lainnya karena kefakirannya, dosa yang diperbuatnya atau hal-hal lainnya.
Komentar yang kedua datang dari Ibnu Katsir dalam Tafsirul Quranil ‘Adzim, menurutnya sukhriyyah (hinaan), dalam ayat tersebut bukan hanya berarti istihza’(mengolok-ngolok) tetapi juga ihtiqar(memandang rendah). Ia mengutip sebuah hadis sahih yang maknanya sebagai berikut, “sombong adalah menolak kebenaran, meremehkan dan menganggap rendah manusia.” Tindakan semacam ini diharamkan dalam agama Islam, karena boleh jadi yang direndahkan lebih mulia di sisi Tuhan dibandingkan orang yang menghina.
Dan yang ketiga adalah Fakhruddin al-Razi dalam Mafatihul Ghayb. Menurutnya, kata kaum dalam ayat di atas khusus ditujukan kepada laki-laki, alasanya karena pada ayat selanjutnya Allah secara khusus menyebutkan larangan perempuan menghina perempuan lainnya. Alasan kedua adalah karena level yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, perempuan dibandingkan dengan laki-laki lemah, oleh sebab itu laki-laki akan lebih dianggap tidak berwibawa jika harus merendahkan yang jauh lebih lemah darinya.
Ayat tersebut mengekspresikan kemarahan Allah terhadap orang yang merasa lebih superior dan mengangkat derajat orang yang dihinakan atau inferior. Ini adalah bentuk kontra-superioritas kepada orang yang merasa lebih hebat. Sebab, orang yang merasa hebat memiliki kecenderungan untuk menganggap remeh orang yang lebih rendah darinya. Ini juga terjadi kepada iblis yang dengan sombong menolak Adam dan mengatakan, ‘saya lebih baik dari pada Adam.’ Namun pada akhirnya Allah mengangkat derajat Adam sebagai khalifah di bumi.
Menurut ar-Razi, dalam cuplikan ayat di atas Allah secara khusus menyebutkan “kaum” bukan “personal”, hal ini menunjukkan adanya kecenderungan sikap superior muncul ketika seseorang berkumpul bersama gerombolan atau komunitasnya. Sebaliknya jika ia seorang diri, ia akan merasa inferior dan sikap superiornya sedikit melemah. Dengan demikian, ayat ini terang-terang menolak segala bentuk kesombongan atau merasa diri lebih baik dan lebih hebat dalam segala hal.
Pada akhirnya marilah kita membiasakan diri dengan gaya bercanda sehat yang tidak mengandung unsur saling merendahkan, menghina, atau menyakiti orang lain dan hendaklah kita selalu menjaga etika dalam bergaul dengan sesama. Terdapat sebuah pernyataan menarik dari Ibnul Qayyim al-Jauziyyah terkait hal ini, “Agama Islam seluruhnya adalah akhlak, maka barang siapa yang menghilangkan etikamu sesungguhnya ia telah menghilangkan agamamu.” Waallaahu a’lam.
joss nikung...... :)
BalasHapus